Wahai pencipta
jiwa dan raga..
Rapuhnya insanMu
seakan tak dapat diungkap dengan lara.
Rasa tak kembali
membendung linang.
Mengubur jiwa
yang lalu.
Rindu mungkin
teraba namun tak terasa.
Seakan jiwa
tersesat dalam dua arah memudar.
Hanya satu
tanyaku tak terjawab.
Merelung dalam
sayatan jiwa.
Tanya yang tak
bernyawa, namun sanggup luapkan bara.
Wahai pemilik
lara dan tawa..
Satu langkah
yang kupilih ini, ukirkan jiwa lain pada raga.
Jiwa yang -pun-
tak sengaja hapuskan arti ‘aku’.
Yang menjalar
menjadi bagian utuh dari jutaan sel tubuhku.
Aku mengingkari
janji mulia atas nama keterbatasan yang semu.
Raga mencoba tuk
lepas, namun urung.
Sempat kubenci
jiwa, namun lenyap atas namaMu.
Andai semua
insan tau.. aku tak lagi yang dulu..
Wahai Raja dalam
jiwa..
Raut luapkan
malu.
Malu akan jurang
keraguan.
Ingin
kurampungkan kisah-kisahku.
Namun mereka masih
dalam tepi putih tak berujung.
Terkadang
memudar, karna mata tak sanggup bendung linang.
Terkadang terhenti,
karna tinta jiwa tak terisi.
Wahai Zat maha
sempurna..
Ingatkan bila
diri teteskan linang.
**Original text : (Sepulang sekolah)
Nurul Jadid, 24 Nopember 2009
**Edited : (20.21 WIB)
Di kamar (Kotaanyar, Probolinggo), 9 Agustus 2012
Laili Nurilliya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar